PENGGUNAAN FRASA PREPOSISIONAL DALAM CERPEN “SATU ORANG SATU POHON” KARYA DEWI
LESTARI
Makalah ini dibuat sebagai tugas akhir
mata kuliah Sintaksis
Dosen
Pengampu : Dr. Miftahul Khairah, M.Hum.
Disusun
Oleh :
ROSA
AMALLIA (2125154757)
2 SIL
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi
dengan sesamanya. Manusia dalam bertutur sapa, berkisah,
atau segala sesuatu yang dapat dikatakan sebagai berbahasa, selalu memunculkan
kalimat-kalimat yang diirangkai, dijalin sedemikian rupa, sehingga berfungsi
optimal bagi si penutur. Interaksi berjalan dengan baik apabila bahasa yang
digunakan penutur tidak melukai mitra tuturnya. Dengan kata lain, maksud yang
terkandung dalam bahasa dapat dipahami dengan baik oleh mitra tuturnya. Jadi,
bahasa yang digunakan harus jelas dan tidak menimbulkan keraguan terhadap mitra
tuturnya. Bahasa lisan maupun tulisan sangat didukung oleh pengaturan
kata-kata. Pengaturan kata-kata yang dimaksud yaitu kata, frasa, klausa,
kalimat, dan wacana yang termasuk ke dalam cabang ilmu linguistik yang disebut
satuan sintaksis. Sintaksis adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari
hubungan antarsatuan kata yang lebih besar. Namun, dalam makalah ini penulis
hanya membahas tentang frasa khususnya frasa preposisional dan analisisnya
dalam sebuah cerita pendek karya Dewi Lestari.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
itu sintaksis?
2. Apa
itu frasa preposisional?
3. Bagaimana
analisis frasa preposisional dalam dongeng Putri
Tidur?
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui hakikat sintaksis.
2. Untuk
mengetahui apa itu frasa prepoisional.
3. Untuk
mengetahui suatu analisis frasa preposisional dalam dongeng
BAB
II
LANDASAN
TEORETIK
2.1 Hakikat
Sintaksis
Istilah
sintaksis berasal dari bahasa Yunani, syntaxis
yang berarti ‘susunan’ atau ‘tersusun secara bersama’ (Valin, 1997 : 1).
Dalam hal ini, sintaksis berusaha menjelaskan hubungan fungsional antara
unsur-unsur dalam satuan sintaksis yang tersusun bersama dalam wujud frasa,
klausa, kalimat, dan wacana. Hubungan fungsional di sini berarti hubungan
saling ketergantungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain.
Menurut Kridalaksana (1985 : 6), sintaksis adalah
subsistem satuan bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar dari
kata serta hubungan antara satuan itu. Menurut Chaer (2009 : 3), sintaksis
adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata
itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis,
yakni kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Menurut Ahmad (2002 : 1), sintaksis mempersoalkan
hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu
konstruksi yang disebut kalimat. Senada dengan itu, Syamsuddin (2007 : 364)
mengungkapkan bahwa sintaksis atau disebut juga ilmu tata kalimat menguraikan
hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat. Ramlan (1987 : 21) memberi
batasan sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk
wacana, kalimat, klausa, dan frasa.
Pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh para
tokoh tersebut menunjukkan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang bidang
kajiannya meliputi satuan lingual berwujud kata, frasa, klausa, kalimat hingga
wacana.
Secara hierarki, kata merupakan satuan terkecil yang
dikaji dalam sintaksis, sedangkan wacana merupakan satuan terbesar. Artinya,
dalam sebuah konstruksi, terdapat hubungan fungsi antarkata dalam frasa,
hubungan fungsi antarkata/frasa dalam klausa, hubungan fungsi antarkata/frasa
dalam kalimat, hubungan fungsi antarklausa dalam kalimat, dan hubungan fungsi
antarkalimat dalam wacana.
2.2 Hakikat Frasa
Frasa tersusun atas dua kata atau
lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Artinya, konstruksi frasa
hanya menduduki satu fungsi klausa saja, tida mungkin suatu konstruksi frasa
menduduki fingsi S dan P sekaligus. Sebagai suatu konstruksi, frasa disusun
oleh beberapa unsur pembentuk yang saling berhubungan secara fungsional. Frasa
yang berfungsi dan berdistribusi sama dengan salah satu anggota pembentuknya
disebut frasa endosentris. Dalam
frasa endosentris, ada unsur yang berfungsi sebagai inti (pusat) dan ada unsur yang berfungsi sebagai pewatas. Selain itu, terdapat juga frasa eksosentris, yaitu konstruksi
frasa yang tidak berfungsi dan berdistribusi sama dengan semua unsur
pembentuknya. Unsur dalam frasa eksosentris terdiri dari unsur perangkai dan sumbu.
Terdapat berbagai macam frasa yaitu
frasa nominal, frasa verbal, frasa adjectival, frasa numeralia, frasa
pronominal, frasa adverbial, dan frasa preposisional.
2.2.1 Frasa
Preposisional
Frasa
preposisional merupakan frasa eksosentris, tidak terdiri dari inti dan pewatas,
tetapi terdiri dari perangkai dan sumbu.
Preposisi berfungsi sebagai perangkai, sedangkan jenis kata yang berfungsi
sebagai sumbu adalah nomina, adjektiva, atau adverbia. Preposisi menandai
berbagai makna. Kridalaksana (1985 : 118) menyebutkan makna dari frasa
preposisional sebagai berikut.
1. Tempat:
di, pada
2. Arah
atau peralihan: ke, dari, kepada,
terhadap
3. Perihal:
tentang, akan
4. Tujuan:
untuk, buat
5. Sebab:
karena, lantaran
6. Asal:
dari
7. Penjadian:
oleh
8. Kesertaan:
dengan
9. Cara:
dengan
10. Alat:
dengan
11. Penyamaan
atau perbandingan: sesuai dengan, selaras
dengan, seperti, sebagai
12. Keberlangsungan:
sejak, sampai
Suatu
preposisi dapat bergabung dengan nomina yang memiliki ciri lokatif, seperti atas, dalam, dari. Nomina lokatif ini
ada yang wajib muncul, yaitu dari dan
ada pula yang manasuka, yaitu atas dan
dalam. Muncul tidaknya nomina lokatif dalam struktur frasa dipengaruhi oleh
fitur semantik yang ada pada nomina setelahnya.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Cerpen “Satu Orang Satu Pohon” Karya Dewi Lestari
Ada yang tidak beres
dalam perjalanan saya menuju Jakarta. Di
sepanjang jalan menuju gerbang tol Pasteur, saya melihat pokok-pokok palem dalam kondisi terpotong-potong,
tersusun rapi di sana sini, apakah
ini jualan khas Bandung yang paling baru? Sayup, mulai terdengar bunyi mesin
gergaji. Barulah saya tersadar. Sedang dilakukan penebangan pohon rupanya. Dari diameter batangnya, saya tahu
pohon-pohon itu bukan anak kemarin sore. Mungkin umurnya lebih tua atau seumur
saya. Pohon palem memang pernah jadi hallmark Jalan Pasteur, tapi tidak lagi.
Setidaknya sejak hari itu.
Hallmark Pasteur hari
ini adalah jalan layang, Giant, BTC, Grand Aquila, dan kemacetan luar biasa.
Bukan yang pertama kali penebangan besar-besaran atas pohon-pohon besar
dilakukan di kota kita. Seribu bibit
jengkol pernah dipancangkan sebagai
tanda protes saat pohon-pohon raksasa di
Jalan Prabudimuntur habis ditebangi. Jalan Suci yang dulu teduh juga
sekarang gersang. Kita menjerit sekaligus tak berdaya. Bukankah harus ada harga
yang dibayar demi pembangunan dan kemakmuran Bandung? Demi jumlah penduduknya yang
membuncah? Demi kendaraan yang terus membeludak? Demi mobil plat asing yang
menggelontori jalanan setiap akhir pekan? Beda dengan sebagian warganya, pohon
tidak akan protes sekalipun ratusan tahun hidupnya disudahi dalam tempo sepekan.
Pastinya lebih mudah
menebang pohon daripada menyumpal mulut orang. Seorang arsitek legendaris
Bandung pernah berkata, lebih baik ia memeras otak untuk mendesain sesuai kondisi alam ketimbang harus menebang satu
pohon saja, karena bangunan dapat dibangun dan diruntuhkan dalam sekejap, tapi
pohon membutuhkan puluhan tahun untuk
tumbuh sama besar. Sayangnya, pembangunan
kota ini tidak dilakukan dengan paham yang sama.
Para pemimpin dan
perencana kota ini lupa, ukuran keberhasilan sebuah kota bukan kemakmuran
dadakan dan musiman, melainkan usaha panjang dan menyicil agar kota ini punya lifetime sustainability sebagai tempat hidup yang layak dan sehat bagi penghuninya. Bandung
pernah mengeluh kekurangan 650.000 pohon, tapi di tangannya tergenggam gergaji yang terus menebang. Tidakkah ini
aneh? Tak heran, rakyat makin seenaknya, yang penting dagang dan makmur.
Bukankah itu contoh yang mereka dapat? Yang penting proyek 'basah' dan kocek
tambah tebal. Proyek hijau mana ada duitnya, malah keluar duit. Lebih baik ACC
pembuatan mall atau trade centre. Menjadi kota metropolis seolah-olah pilihan
tunggal. Kita tidak sanggup berhenti sejenak dan berpikir, adakah identitas
lain, yang mungkin lebih baik dan lebih bijak, daripada sekadar menjadi
metropolitan baru? Saya percaya perubahan bisa dilakukan dari rumah sendiri, tanpa harus tunggu siapa-siapa. Jika kita
percaya dan prihatin Bandung kekurangan pohon, berbuatlah sesuatu. Kita bisa
mulai dengan Gerakan Satu Orang Satu
Pohon.
Hitung jumlah penghuni
rumah Anda dan tanamlah pohon sebanyak itu. Tak adanya pekarangan bukan
masalah, kita bisa pakai pot, ember bekas, dsb. Mereka yang punya lahan lebih
bisa menanam jumlah yang lebih juga. Anggaplah itu sebagai amal baik Anda bagi
mereka yang tak bisa atau tak mau menanam. Pesan moralnya sederhana, kita
bertanggung jawab atas suplai oksigen masing-masing. Jika pemerintah kota ini
tak bisa memberi kita paru-paru kota yang layak, tak mampu membangun tanpa
menebang pohon, mari perkaya oksigen kita dengan
menanam sendiri.
Ajarkan ini kepada anak-anak kita. Tumbuhkan
sentimen mereka pada kehidupan hijau. Bukan saja anak kucing yang bisa jadi
peliharaan lucu, mereka juga bisa punya pohon peliharaan yang terus menemani
mereka hingga jadi orangtua. Mertua saya punya impian itu. Di depan rumah yang baru kami huni, ia menanam puluhan tanaman
kopi. Beliau berharap cucunya kelak akan melihat cantiknya pohon kopi, dengan
atau tanpa dirinya. Sentimen sederhananya tidak hanya membantu merimbunkan
Bukit Ligar yang gersang, ia juga telah membuat hallmark memori, antara dia dan
cucunya, lewat pohon kopi. Kota ini boleh jadi amnesia. Demi wajahnya yang baru
(dan tak cantik), Bandung memutus hubungan dengan
sekian ratus pohon yang menyimpan tak terhitung banyaknya memori. Kota ini
boleh jadi menggersang. Jumlah taman bisa dihitung jari, kondisinya tak menarik
pula. Namun mereka yang hidup di kota ini bisa memilih bangun dan tak ikut
amnesia. Hati mereka bisa dijaga agar tidak ikut gersang.
Rumah kita masih bisa
dirimbunkan dengan pohon dan aneka tanaman. Besok, atau lusa, siapa tahu?
Bandung tak hanya beroleh 650.000 pohon baru, melainkan jutaan pohon dari warganya yang tidak memilih diam.
3.2 Analisis
Frasa Preposisional dalam Cerpen “Satu
Orang Satu Pohon” Karya Dewi Lestari
1)
Di
sepanjang jalan
di berfungsi sebagai perangkai. sepanjang
jalan berfungsi sebagai sumbu.
di
dalam frasa preposisional di atas
bermakna tempat.
2) dalam kondisi terpotong-potong
dalam berfungsi sebagai perangkai. Kondisi
terpotong-potong berfungsi sebagai sumbu. dalam dalam frasa preposisional di atas bermakna tempat.
3) di sana-sini
di
berfungsi sebagai perangkai. Sana-sini
berfungsi sebagai sumbu.
di dalam frasa preposisional di atas
bermakna tempat.
4) dari diameter batangnya
dari berfungsi sebagai perangkai. Diameter
batangnya berfungsi sebagai sumbu.
dari
dalam frasa preposisional di atas bermakna peralihan.
5) sejak hari itu
sejak
berfungsi sebagai perangkai. Hari itu
berfungsi sebagai sumbu. sejak dalam frasa preposisional di
atas bermakna keberlangsungan.
6) di kota kita
di berfungsi sebagai perangkai. Kota kita
berfungsi sebagai sumbu. di dalam
frasa preposisional di atas bermakna tempat.
7) sebagai tanda protes
sebagai berfungsi sebagai perangkai. Tanda
protes berfungsi sebagai sumbu. sebagai dalam frasa preposisional di
atas bermakna penyamaan.
8) di Jalan Prabudimuntur
di berfungsi sebagai perangkai. Jalan
Prabudimuntur berfungsi sebagai sumbu. di dalam frasa
preposisional di atas bermakna tempat.
9) dalam tempo sepekan
dalam berfungsi sebagai perangkai. tempo
sepekan berfungsi sebagai sumbu. dalam dalam frasa preposisional di
atas bermakna waktu.
10) untuk tumbuh
sama besar
untuk berfungsi sebagai perangkai. tumbuh
sama besar berfunngsi sebagai sumbu. untuk dalam frasa
preposisional di atas bermakna tujuan.
11) dengan paham yang sama
dengan berfungsi sebagai perangkai. paham
yang sama berfungsi sebagai sumbu. dengan dalam frasa preposisional di
atas bermakna kesertaan.
12) untuk mendesain
untuk berfungsi sebagai perangkai. mendesain
berfungsi sebagai sumbu. untuk dalam frasa preposisional di
atas bermakna tujuan.
13) agar kota ini
agar berfungsi sebagai perangkai. kota
ini berfungsi sebagai sumbu. agar dalam frasa preposisional di
atas bermakna tujuan.
14) sebagai tempat hidup
sebagai berfungsi sebagai perangkai. tempat
hidup berfungsi sebagai sumbu. sebagai dalam frasa preposisional di
atas bermakna penyamaan.
15) di tangannya
di berfungsi sebagai perangkai. tangannya
berfungsi sebagai sumbu. di dalam frasa preposisional di atas
bermakna tempat.
16) dari rumah sendiri
dari berfungsi sebagai perangka. Rumah
sendiri berfungsi sebagai sumbu. dari dalam frasa preposisional di
atas bermakna arah.
17)
dengan Gerakan Satu Orang Satu Pohon
dengan
berfungsi sebagai perangkai. Gerakan
Satu Orang Satu Pohon berfungsi sebagai sumbu. dengan dalam frasa
preposisional di atas bermakna alat. 18) dengan menanam sendiri
dengan berfungsi sebagai perangkai. menanam
diri berfungsi sebagai sumbu. dengan dalam frasa preposisional di
atas bermakna cara.
kepada berfungsi sebagai perangkai. anak-anak
kita berfungsi sebagai sumbu kepada dalam frasa preposisional di
atas bermakna peralihan.
20) di depan rumah
di berfungsi sebagai perangkai. depan
rumah berfungsi sebagai sumbu. di dalam frasa preposisional di atas
bermakna tempat.
21) dengan sekian ratus pohon
dengan
berfungsi sebagai perangkai. sekian
ratus pohon berfungsi sebagai sumbu. dengan dalam frasa
preposisional di atas bermakna kesertaan.
22) dari warganya
dari
berfungsi sebagai perangkai. warganya
berfungsi sebagai sumbu. dari dalam frasa preposisional di
atas bermakna peralihan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pemaparan yang telah dilakukan di atas, dapat disimpulkan bahwa sintaksis
adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan antarsatuan kata yang
lebih besar, yang bidang kajiannya meliputi kata, frasa, klausa, kalimat,
hingga wacana. Frasa tersusun atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi
batas fungsi unsur klausa. Frasa preposisional adalah frasa yang tidak terdiri
dari inti pewatas, tetapi terdiri dari perangkai dan sumbu sehingga frasa
preposisional tergolong frasa eksosentris. Preposisi berfungsi sebagai
perangkai, sedangkan nomina, adjektiva, atau adverbial berfungsi sebagai sumbu.
Berdasarkan
analisis frasa preposisional yang telah dilakukan dalam cerpen “Satu
Orang Satu Pohon” karya Dewi Lestari, dapat disimpulkan bahwa terdapat
sebanyak 22 frasa preposisional dalam cerpen tersebut.
4.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka penulis
mengharapkan kesediaan pembaca untuk memberi saran agar penulisan makalah
selanjutnya dapat menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Khairah, M., &
Sakura, R. (2014). Sintaksis Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Art, A. (n.d.). Makalah
Sintaksis (Kata, Frasa, Klausa, Kalimat, dan Wacana). Retrieved Januari
9, 2017, from Pemuda Silampari:
http://pemudasilampari.blogspot.co.id/2015/08/makalah-sintaksis-kata-frase-klausa.html
Pramesti, G. (n.d.).
Cerpen Satu Orang Satu Pohon Karya Dewi Lestari. Retrieved Januari 9,
2014, from Loker Seni:
http://www.lokerseni.web.id/2011/07/cerpen-satu-orang-satu-pohon-karya-dewi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar