Senin, 09 Januari 2017

ANALISIS HUBUNGAN ANTARKLAUSA PADA KALIMAT MAJEMUK KOMPLEKS DALAM ARTIKEL “STRATEGI BARU UNTUK PANCASILA

Makalah Tugas Akhir Mata Kuliah Sintaksis



Dosen Pengampu:
Dr. Miftahul Khairah, M.Hum., M.Phil.

Oleh:
Mike Napizahni
2125152899
2 - Sastra Indonesia – Linguistik

Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
2017



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya, sehingga penulis makalah yang berjudul “Analisis Hubungan Antarklausa pada Kalimat Majemuk Kompleks dalam Artikel “Strategi Baru untuk Pancasila” ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan makalah ini ditunjukan untuk memenuhi tugas akhir Mata Kuliah Sintaksis yang diampu oleh Dr. Miftahul Khairah, M.Hum., M.Phil.. Pada penulisan makalah, penulis dihadapkan oleh berbagai macam permasalahan, tetapi dengan adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, makalah dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis dengan rendah hati menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Dr. Miftahul Khairah, M.Hum., M.Phil. selaku dosen mata kuliah Sintaksis, dan semua pihak yang telah banyak memberikan kritik dan saran serta bantuannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa pada penulisan makalah ini, masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan.

Jakarta, Januari 2017


Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Kalimat majemuk kompleks atau kalimat majemuk campuran merupakan kalimat yang paling banyak menghadirkan klausa dibandingkan dengan jenis kalimat majemuk lainnya. Hal ini dikarenakan dalam kalimat majemuk kompleks dibutuhkan paling sedikit tiga klausa. Klausa tersebut terdiri dari dua klausa utama yang memiliki hubungan setara atau koordinatif yang dihubungkan melalui konjungsi, dan minimal satu klausa bawahan yang juga dihubungkan dengan konjungsi, serta memiliki hubungan bertingkat atau subordinatif dengan minimal salah satu diantara dua klausa utama tersebut.
Banyaknya klausa yang terdapat dalam satu kalimat majemuk kompleks membuat kalimat tersebut menjadi sukar untuk dipahami. Hal itu juga disebabkan karena satuan fungsi sintaksis seperi subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan dalam kalimat tersebut sudah diperluas sehingga sulit ditentukan satuan fungsi sintaksisnya secara tepat.
Namun demikian, dalam kalimat majemuk kompleks terdapat hubungan antarklausa yang menghubungkan kalusa satu dengan klausa lainnya yang jika dianalisis akan mempermudah pemahaman terhadap kalimat. Oleh karena itu, penulis akan menganalisis penggunaan kalimat kompleks yang terdapat dalam artikel berjudul “Strategi Baru untuk Pancasila” yang ditulis oleh Subkhi Ridho, ketua Lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP) Yogyakarta, pada surat kabar harian Kompas, Senin, 9 Januari 2017, berdasarkan hubungan antarklausa tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang yang ada, masalah yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
Bagaimana analisis hubungan antarklausa pada kalimat majemuk kompleks dalam artikel “Strategi Baru untuk Pancasila”?

1.3 Tujuan
            Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui hubungan antarklausa pada kalimat majemuk kompleks dalam artikel “Strategi Baru untuk Pancasila”.



BAB II
LANDASAN TEORETIK

2.1 Pengertian Sintaksis
            Menurut Kridalaksana (Khairah dan Ridwan, 2014:9), sintaksis adalah subsistem tata bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar dari kata serta hubungan antara satuan itu. menurut Chaer, sintaksis adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
            Adapun menurut Ahmad, sintaksis mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk suatu konstruksi yang disebut kalimat. Senada dengan itu, Syamsuddin mengungkapkan bahwa sintaksis atau disebut juga ilmu tata kalimat menguraikan hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat. Ramlan membatasi sintaksis sebagai cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa.
            Pengertian sintaksis yang dikemukakan oleh para tokoh tersebut menunjukan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang bidang kajiannya meliputi satuan lingual berwujud kata, frasa, kalusa, kalimat, hingga wacana (Khairah dan Ridwan, 2014:9).

2.2 Pengertian Kalimat
            MenurutKridalaksana (Khairah dan Ridwan, 2014:146), satuan bahasa itu membentuk hierarkis, mulai dari kata, frasa, kalusa, kalimat, gugusa kalimat, paragraf, gugus paragraf, sampai wacana. Akan tetapi tataran itu tidak statis karena terjadi (1) pelompatan tataran, (2) penurunan, dan (3) penyematan.
            Pelompatan tataran adalah naiknya suatu satuan melewati tataran yang di atasnya, misalnya kata cukup menjadi kalimat cukup! Penurunan adalah turunnya suatu satuan, misalnya frasa tidak adil menjadi kata ketidakadilan. Penyematan adalah penyisipan suatu satuan ke dalam satuan yang setara, misalnya kata atur menjadi bagian dari kata mengatur.
            Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun, keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan. Dalam wujud tulisan, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!). tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir (Khairah dan Ridwan, 2014:147).
            2.2.1 Kalimat Majemuk
                                    Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri dari dua klausa atau lebih . kalimat majemuk memiliki 3 jenis, yaitu kalimat majemuk setara (koordinatif), kalimat majemuk bertingkat (subordinatif), kalimat majemuk kosubordinatif, dan kalimat majemuk kompleks yang merupakan campuran dari kalimat majemuk koordinatif, kalimat majemuk subordinatif, dan kalimat majemuk kosubordinatif.
                        2.2.1.2 Hubungan Antar Klausa dalam Kalimat
                                    Antara klausa yang satu dengan klausa yang lain saling berhubungan. Valin menyebut hubungan ini dengan istilah nexus. Umumnya, ahli bahasa membagi hubungan antarklausa ke dalam dua jenis koordinasi dan subordinasi. Valin (Khairah dan Ridwan, 2014:181), menambahkan satu hubungan antar klausa, yaitu hubungan kosubordinatif. Dengan demikian, hubungan antar klausa (nexus) dalam kalimat majemuk dipetakan menjadi: (1) koordinasi, (2) subordinasi, dan (3) kosubordinasi.
Hubungan koordinasi (setara)
Hubungan koordinasi menggabungkan dua klausa atau lebih yang masing-masing mempunyai kedudukan setara dalam struktur kalimat.
Hubungan subordinatif (bertingkat)
Hubungan subordinatif menunjukan hubungan yang hierarkis, yakni menggabungkan dua klausa atau lebih secara bertingkat, ada yang berfungsi sebagai klausa utama, dan ada yang berfungsi sebagai klausa bawahan.
Hubungan Kosubordinasi
Hubungan kosubordinasi adalah hubungan yang menyerupai koordinasi, tetapi masing-masing klausanya tidak dapat berdiri sendiri sebagai suatu klausa bebas karena klausa yang satu terikat dengan klausa yang lain.
Majemuk Kompleks
Kalimat majemuk kompleks adalah kalimat yan terdiri dari beberapa klausa, ada yang berhubungan secara setara (koordinatif), bertingkat (subordinatif, atau kosubordinatif. Beberapa ahli menyebutkan bentuk ini sebagai majemuk campuran karena dalam satu kalimat terdapat berbagai bentuk majemuk.



BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Analisis Artikel

Strategi Baru untuk Pancasila
Oleh Subkhi Ridho Setiap bangsa memiliki jalan ideologi yang menjadi acuan fundamental dan falsafah moral kebangsaan dalam menjalani hidup bernegara. Indonesia beruntung memiliki Pancasila.
Pancasila adalah sebuah kesepakatan bersama para pendiri bangsa. Terdiri dari prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyarawah, dan Keadilan Sosial kemudian menjadi panduan negara-bangsa kita yang sangat beragam secara agama, kepercayaan, politik maupun etnis, bahasa, ras dan status sosial.
Sayangnya, kebhinekaan masih berhenti menjadi jargon yang indah diucapkan, atau malah kerap dipolitisasi untuk dijadikan komoditas konflik untuk kepentingan ekonomi-politik tertentu.Padahal sesungguhnya kekuatan kita sebagai bangsa justru terletak pada kebhinekaan dan cara mengelola kebhinekaan ini.Lupa PancasilaSejak era reformasi muncul serentetan kasus bom yang dilakukan oleh kelompok radikal yang terjadi dalam kurun awal tahun 2000-an hingga akhir 2016. Di saat yang sama kesenjangan antara kelompok masyarakat elite dan masyarakat kecil semakin tinggi. Solidaritas sosial melemah.Globalisasi mengantarkan tak hanya intensifikasi dan massifikasi barang-barang impor, tapi juga pemikiran serta gaya hidup baru yang datang menggunakan teknologi informasi era internet.Kebijakan ekonomi terbuka pro investasi kerap meminggirkan masyarakat lokal jika tidak dibarengi dengan penguatan komitmen dan regulasi negara untuk terus berpihak pada ekonomi rakyat kecil.Persoalan-persoalan sosial-ekonomi dan sosial-politik baru bermunculan dan tentunya telah menyedot perhatian publik.Tak sedikit yang mampu mengubah pandangan dan perilaku masyarakat menjadi sebuah gegar budaya yang jika tidak diantisipasi dapat berdampak pada semakin menurunnya ikatan-ikatan sosial kebangsaan dan akibatnya memunculkan konflik.Dalam hal ini maka peran dan kapasitas negara harus ditingkatkan untuk mewujudkan perlindungan, keadilan, persatuan dan kesejahteraan rakyat.Negara sebagaimana di atas bekerja harus berdasarkan fondasi yang kokoh yang akan menjadi sebuah kerangka yang legitimateuntuk mereka (rezim pemerintah) dalam bekerja.Fondasi itu tentunya adalah Pancasila. Negara bertanggung jawab untuk menjalankan, mensosialisasikan dan memastikan Pancasilabisa terlaksana secara konsisten dan kreatif dalam masyarakat yang dinamis.
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo berencana untuk membentuk Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKPPIP).
Baca: Presiden Bentuk Lembaga Pemantapan PancasilaDisebutkan, tugas UKPPIP adalah “membantu Presiden dalam mengoordinasikan, mensinkronisasikan, dan mengendalikan pelaksanaan pembinaan ideologi Pancasila, termasuk pembinaan mental yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara secara menyeluruh dan berkelanjutan”.
Hal itu disampaikan oleh penggagasnya, Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan, yang juga Menteri Koordinator Bidang Maritim, dan seorang pemikir kebangsaan, Dr Yudi Latif.
Luhut sebelumnya pernah menginisiasi sejumlah pelatihan kebangsaan bagi anak-anak muda, bernama Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP), bersama dengan tokohMuhammadiyah almarhum Dr Muslim Abdurrahman dan Ketua Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa.
Sementara Yudi Latif seorang pemikir Islam dan kebangsaan alumni Gontor dan ANU Australia yang dianggap mewarisi pemikiran-pemikiran intelektual Islam modernis, almarhum Nurcholis Madjid.Soft PowerBangsa ini perlu belajar banyak kepada bangsa-bangsa lain dalam konteks penanaman ideologi bangsa. Negara se-demokratis dan liberal seperti Amerika Serikat pun harus berupaya keras menjalankan strategi khusus untuk menanamkan ideologi dan cita-cita kebangsaan yang menopang keberadaan negara-bangsa tersebut.Untuk mewujudkan itu semua, kita dapat melihat melalui strategi budaya dalam hal ini adalah industri film yang mereka majukan sebagai sebuah ‘soft power’.Hollywood membuat industri perfilman senantiasa dengan menghadirkan kebanggaan sebagai warga Amerika yang demokratis, toleran, namun juga heroik dan patriotis.Bendera Amerika kerap dimunculkan, kepatuhan terhadap regulasi dan aparat kepolisian ataupun alat negara. Posisi presiden kerap menjadi subjek yang dimuliakan dan menjadi teladan.Film telah menyatukan dan melambungkan Amerika serta menjadi sebuah alat hegemoni tersendiri yang efektif melebihi batas-batas wilayah Amerika sendiri.India dan Tiongkok pun menggunakan strategi budaya untuk menyatukan bangsanya yang juga sangat plural. Mereka menggunakan strategi visual dan industri film serta seni pertunjukan.Indonesia bisa mencontoh strategi tersebut. Artinya, kemajemukan bukan diatasi dengan cara-cara represif ataupun konfliktual. Namun bisa dilakukan dengan strategi budaya.Dalam soal budaya ini kita semua tentunya sepakat bahwa bangsa ini sangat kaya dengan kebudayaan dan berbagai ragamnya.UKPPIPIde pembentukan UKPPIP merupakan pengejawantahan dari penanaman ideologi Pancasila yang merupakan konsensus nasional negara-bangsa Indonesia.
Terlalu gegabah jika memandang ide tersebut itu seperti mengembalikan ke zaman Orde Baru melalui model penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Sosialisasi Pancasila kala itu dijalankan oleh Lembaga Pemerintah Non Departemen yang disebut Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila disingkat BP-7.
Hemat saya  apa yang hendak dilakukan oleh UKPPIP ini bagian dari respons sejarah kita secara kreatif dan dewasa dalam menjawab kegelisahan sebagai bangsa terkait memudarnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Yudi Latif selaku Tim Perumus UKPPIP pernah menyatakan bahwa: “di dalam proses pengembangan Pancasila dalam gaya baru ini, kita ingin supaya lebih inklusif”.
Dikatakan, unit kerja ini akan mengajak keikutsertaan semua elemen bangsa termasuk budayawan, tokoh agama, seniman, wartawan, tokoh adat, dan semua komunitas agar Pancasila bisa menjadi titik temu nilai bersama.
Sangat berbeda dengan apa yang pernah terjadi pada saat berlaku Penataran P4 maupun adanya BP-7 yang sangat sentralistik, militeristik dan kaku. Peran dan suara masyarakat sipil yang kritis hampir dipastikan diabaikan bahkan diposisikan sebagai ‘musuhPancasila’.
Saya yakin, UKPPIP yang lahir di era pemerintahan Presiden Joko Widodo ini akan memainkan peran dan strategi yang berbeda.
Penggunaan pendekatan yang lebih demokratis, partisipatoris, solutif dan kreatif melalui berbagai metode, seperti strategi kebudayaan dan sosial-ekonomi, akan menjadi upaya kunci untuk mengawal dan memperkuat Pancasila kita.
Sesungguhya, target sosialiasi, pertama-tama bukan hanya masyarakat. Tapi secara lebih khusus adalah para elite kelas atas dan kelas menengah dalam masyarakat yang sesungguhnya perilaku politik dan sosial-ekonominya kerap berlawanan secara nyata-nyata dengan nilai-nilai Pancasila.
Sejarah kita mengajarkan, rakyat sesungguhnya tidak pernah berdosa.


            Artikel tersebut mengandung 43 kalimat yang terdiri dari 6 kalimat tunggal dan 37 kalimat majemuk. Kalimat majemuk yang ada dalam artikel tersebut terdiri dari 2 kalimat majemuk setara, 31 kalimat majemuk bertingkat, dan 4 kalimat majemuk kompleks. setelah diketahui jumlah kalimat yang terdapat dalam artikel tersebut, akan dianalisis hubungan antarklausa pada 4 kalimat majemuk kompleks berikut:
1. Terdiri dari prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyarawah, dan Keadilan Sosial kemudian menjadi panduan negara-bangsa kita yang sangat beragam secara agama, kepercayaan, politik maupun etnis, bahasa, ras dan status sosial.
2.Sayangnya, kebhinekaan masih berhenti menjadi jargon yang indah diucapkan, atau malah kerap dipolitisasi untuk dijadikan komoditas konflik untuk kepentingan ekonomi-politik tertentu.
3. Globalisasi mengantarkan tak hanya intensifikasi dan massifikasi barang-barang impor, tapi juga pemikiran serta gaya hidup baru yang datang menggunakan teknologi informasi era internet.
4. Tak sedikit yang mampu mengubah pandangan dan perilaku masyarakat menjadi sebuah gegar budaya yang jika tidak diantisipasi dapat berdampak pada semakin menurunnya ikatan-ikatan sosial kebangsaan dan akibatnya memunculkan konflik.

3.2 Analisis Hubungan Antar Klausa pada Kalimat Majemuk Kompleks
1. Terdiri dari prinsip Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyarawah, dan Keadilan Sosial kemudian menjadi panduan negara-bangsa kita yang sangat beragam secara agama, kepercayaan, politik maupun etnis, bahasa, ras dan status sosial.
            Analisis hubungan antarklausa pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut:

 




2.Sayangnya, kebhinekaan masih berhenti menjadi jargon yang indah diucapkan, atau malah kerap dipolitisasi untuk dijadikan komoditas konflik untuk kepentingan ekonomi-politik tertentu.
                Analisis hubungan antarklausa pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut:




3. Globalisasi mengantarkan tak hanya intensifikasi dan massifikasi barang-barang impor, tapi juga pemikiran serta gaya hidup baru yang datang menggunakan teknologi informasi era internet.
            Analisis hubungan antarklausa pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut:



4. Tak sedikit yang mampu mengubah pandangan dan perilaku masyarakat menjadi sebuah gegar budaya yang jika tidak diantisipasi dapat berdampak pada semakin menurunnya ikatan-ikatan sosial kebangsaan dan akibatnya memunculkan konflik.
            Analisis hubungan antarklausa pada kalimat tersebut adalah sebagai berikut:



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa artikel tersebut mengandung 43 kalimat yang terdiri dari 6 kalimat tunggal dan 37 kalimat majemuk. Kalimat majemuk yang ada dalam artikel tersebut terdiri dari 2 kalimat majemuk setara, 31 kalimat majemuk bertingkat, dan 4 kalimat majemuk kompleks.
            Dari 4 kalimat majemuk kompleks yang dianalisis, dapat disimpulkan:
1. Pada kalimat pertama terdapat 3 klausa yang terdiri dari 2 klausa utama dan 1 klausa relatif. Dua klausa utama dihubungkan menggunakan konjungsi “kemudian” dan membentuk hubungan setara, kemudian klausa relatif dihubungkan dengan konjungsi “yang” dan membentuk hubungan bertingkat.
2. Pada kalimat kedua terdapat 3 klausa yang terdiri dari 2 klausa utama dan 1 klausa relatif. 1 klausa utama dihubungkan dengan klausa relatif menggunakan konjungsi “yang” dan membentuk hubungan bertingkat. Dari hasil penggabungan kedua klausa tersebut kemudian kembali dihubungkan dengan 1 klausa utama menggunakan konjungsi “atau” dan membentuk hubungan setara.
3. Pada kalimat ketiga terdapat 3 klausa dengan 2 klausa utama dan 1 klausa relatif. 1 klausa utama dihubungkan dengan klausa relatif menggunakan konjungsi “yang” dan membentuk hubungan bertingkat. Dari hasil penggabungan kedua klausa tersebut kemudian kembali dihubungkan dengan 1 klausa utama menggunakan konjungsi “tapi” dan membentuk hubungan setara.
4. Pada kalimat keempat terdapat 4 klausa dengan 2 klausa utama, 1 klausa relatif, dan 1 klausa adverbial. 1 klausa utama dihubungkan dengan 1 klausa relatif menggunakan konjungsi “yang” dan juga dihubungkan dengan 1 klausa adverbial menggunakan konjungsi “jika”, ketiga klausa tersebut membentuk hubungan bertingkat. Kemudian klausa yang telah dihubungkan tersebut kembali dihubungkan dengan 1 klausa utama menggunakan konjungsi “dan” sehingga membentuk hubungan setara.

4.2 Saran
            Analisis hubungan antarklausa pada kalimat majemuk kompleks memudahkan untuk memahami makna yang terdapat dalam kalimat majemukkompleks tersebut. Namun demikian, analisis fungsi sintaksis juga perlu dilakukan untuk lebih mempermudah pemahaman. Kedua analisis ini tidak hanya berguna untuk mempermudah pemaknaan kalimat majemuk kompleks, namun tentunya juga berguna untuk mempermudah pemaknaan kalimat majemuk setara maupun bertingkat.
            Untuk penelitian selanjutnya, akan lebih baik jika analisis yang dilakukan tidak hanya terpaku pada kalimat majemuk kompleks saja, namun dapat juga dianalisis kalimat majemuk kompleks, setara, dan bertingkat, bahkan pada kalimat tunggal sekalipun. karena hal tersebut dapat mempermudah pemahaman terhadap suatu wacana secara menyeluruh.














DAFTAR PUSTAKA

Khairah, Miftahul, dan Ridwan. 2014. Sintaksis (Memahami Satuan Kalimat Perspektif Fungsi). Jakarta: Bumi Aksara.
Ridho, Subkhi. “Strategi Baru untuk Pancasila”. Dalam artikel Kompas (9 Januari 2017): tanpa halaman.
Aplikasi KBBI V 0.1.4 Beta (14).





ANALISIS FRASA NOMINAL PADA ARTIKEL KILAS POLITIK DAN HUKUM DALAM KORAN KOMPAS JUMAT, 6 JANUARI 2017

ANALISIS FRASA NOMINAL PADA ARTIKEL KILAS POLITIK DAN HUKUM DALAM KORAN KOMPAS JUMAT, 6 JANUARI 2017
Dosen pengampu: Dr. Miftahul Khairah, M. Hum., M. Phil


Oleh :
Diah Lutfi
2125151709

2 sastra Indonesia Linguistik
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta

2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang merupakan tugas penelitian kecil sintaksis semester 3.
Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam pembuatan makalah ini, khususnya kepada Ibu Dr. Miftahul Khairah, M. Hum., M. Phil selaku dosen mata kuliah Sintaksis yang telah memberikan tugas ini sehingga pengetahuan penulis menjadi bertambah.
            Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.
           
Jakarta, Januari 2017
                                                                           
        Penulis








Bab 1
Pendahuluan

A.   Latar Belakang Masalah
Sintaksis merupakan dasar untuk membentuk kemahirwacanaan. Sintaksis mengkaji hubungan satuan-satuan bahasa dalam kalimat.
Menurut Kridalaksana (1985: 6) dalam buku Sintaksis, sintaksis adalah subsistem tata bahasa mancakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar dari kata serta hubungan antara satuan itu. Menurut Chaer (2009: 3), yang disebut satuan-satuan sintaksis adalah kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Seorang ahli bahasa harus mampu menganalisis setiap bahasa Indonesia yang terdapat dimanapun, seperti lirik lagu, ucapan, atau hal lainnya yang masih bersinggungan dengan bahasa didalamnya. Dan termasuk juga dalam sebuah artikel. Akan banyak ditemukan kata-kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana dari dalam sebuah artikel.
Dalam analisis kecil ini, akan dianalisis sebuah frasa nominal dalam sebuah artikel kolom kilasan politik dan hukum dengan judul Ketua RT Diduga  Menjadi Pelaku Teror Bom dari koran kompas bulan Januari 2017.

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa itu frasa nominal?
2.      Bagaimana cara menganalisis frasa nominal?

C.   Tujuan Pembahasan
Untuk memberikan penjelasan seperti apa itu frasa nomina dan bagaimana cara menganalisis frasa nomina.

Bab 2
Pembahasan

A.   Pengertian
Pengertian Sintaksis menurut Kridalaksana adalah subsistem tata bahasa mencakup kata dan satuan-satuan yang lebih besar dari kata serta hubungan antara satuan itu. menurut Chaer, sintaksis adalah subsistem kebahasaan yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu ke dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan sintaksis, yakni kata, Frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Adapun sintaksis menurut Ahmad (2002: 1) adalah mempersoalkan hubungan antara kata dan satuan-satuan yang lebih besar, membentuk satuan konstruksi yang disebut kalimat. Ada pula pendapat serupa dengan Ahmad adalah pendapat Syamsuddin yang mengatakan bahwa sintaksis atau disebut juga ilmu tata kalimat menguraikan hubungan antarunsur bahasa untuk membentuk sebuah kalimat.
Sedangkan sintaksis menurut Ramlan, sintaksis merukan sebuah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa.
Dan dari banyak pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang bidang kajiannya meliputi satuan lingual berwujud kata, frasa, klausa, kalimat hingga wacana.
Frasa tersusun atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Artinya, konstruksi frasa hanya menduduki satu fungsi klausa, unsur S (subjek) saja, unsur P (predikat) saja, unsur O (objek) saja, unsur pelengkap saja, atau unsur K (keterangan) saja. Tidak mungkin suatu konstruksi frasa menduduki fungsi S dan P sekaligus.
Frasa dalam Sintaksis terdiri dari tujuh jenis frasa, yakni Frasa Nominal, Frasa Verbal, Frasa Adjektifal, Frasa Numeralia, Frasa Preposisional, Frasa Adverbial, Frasa Preposisional.
Seperti yang sudah disebutkan dalam judul, makalah ini akan berisi tentang analisis frasa nominal. Apa itu frasa Nominal? Frasa Nominal adalah frasa yang memiliki distribusi dan fungsi yang sama dengan Nomina. Dalam frasa Nominal, yang berfungsi sebagai inti (unsur pusat) adalah nomina.
Contoh frasa nominal, yaitu:
-          Bukan Buku



Pada kata Bukan Buku, kata Bukan berfungsi mewatasi nomina setelahnya, yaitu Buku. Jadi, Bukan Buku adalah termasuk kedalam frasa nominal karena inti dari kedua kata tersebut adalah Buku yang menduduki sebagai kelas kata nomina (kata benda), sedangkan Bukan termasuk kedalam kata negasi yang menyatakan penyangkalan atau kata sangkalan.
Contoh sebelumnya adalah contoh frasa nominal pewatas depan, ada pula contoh frasa nominal pewatas belakang, yaitu:
-          Gadis Cantik



Pada kata Gadis Cantik, kata Gadis berfungsi sebagai inti dan termasuk kedalam kelas kata nomina. Sedangkan kata Cantik berfungsi sebagai pewatas atau penjelas dari kata Gadis. Kata Cantik termasuk kedalam kelas kata Adjektiva (kata sifat). 


A.   Analisis
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa analisis ini dilakukan pada salah satu artikel dari koran kompas terbitan Jumat, 6 Januari 2017 dengan judul kolom kilas politik dan hukum, dengan judul artikel Ketua RT Diduga Menjadi Pelaku Teror Bom terdapat dihalaman 2 pada koran. Analisis ini akan dilakukan setiap satu kalimat dalam artikel. Dalam artikel ini terdapat delapan kalimat dan setiap kalimat terdapat frasa Nominal didalamnya.
Berikut adalah Analisis Frasa Nominal:
1.      Analisis pertama pada kalimat pertama.
Haris Fauzi (44), warga Dusun Krajan, Desa Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dibekuk polisi karena diduga melakukan teror bom.


Kalimat diatas termasuk kedalam klausa bertingkat karena terdapat konjungsi karena ditengah kalimat. Kalusa bertingkat berarti terdapat dua klausa dalam kalimat tersebut.
Dapat ditulis bahwa Haris Fauzi (44) adalah Subjek dengan perluasan tempat Warga Dusun Krajan, Desa Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dilanjutkan dengan kata Dibekuk yang berfungsi sebagai Predikat, dan disempurnakan oleh kata Polisi sebagai Objeknya.
Lalu kalusa bawahan terdapat Haris Fauzi (44) sebagai Subjek yang dilesapkan dari klausa sebelumnya, dilanjutkan dengan Diduga Melakukan yang berfungsi sebagai Predikat, dan disempurnakan oleh frasa Teror Bom sebagai Objeknya.
Dari kalimat tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat enam Frasa Nominal yang ditemukan, yakni Warga Dusun Krajan, Desa Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan Teror Bom. Untuk analisis lebih jelasnya sebagai berikut;
-          Warga Dusun Krajan

Inti dari Frasa diatas adalah termasuk kedalam kelas kata Nomina, yakni Warga sebagai Inti.

-          Desa Tegalrejo

Inti dari Frasa diatas adalah termasuk kedalam kelas kata Nomina, yakni kata Desa sebagai Inti.

-          Kecamatan Tegalrejo

Inti dari Frasa diatas adalah termasuk kedalam kelas kata Nomina, yakni kata Kecamatan sebagai Inti.

-          Kabupaten Magelang

Inti dari Frasa diatas adalah termasuk kedalam kelas kata Nomina, yakni kata Kabupaten sebagai Inti.

-          Jawa Tengah

Inti dari Frasa diatas adalah termasuk kedalam kelas kata Nomina, yakni kata Jawa sebagai Inti.

-          Teror Bom

Inti dari Frasa diatas adalah termasuk kedalam kelas kata Nomina, yakni kata Teror sebagai Inti.

2.      Analisis kedua pada kalimat kedua.
Haris yang juga Ketua RT di dusun setempat membuat dan meletakkan rakitan menyerupai bom di dua lokasi berbeda di Desa Tegalrejo pada Desember 2016 dan awal Januari lalu.


Kalimat diatas terdiri dari empat klausa. Dua klausa pertama adalah klausa setara yang dilengkapi dengan Dan sebagai konjungsi. Ada perluasa subjek diklausa pertama yang menjadi klausa Relatif, maksudnya adalah Subjek yang diperluan dengan yang maka menjadi klausa Relatif. Lalu diklausa kedua terdapat klausa bertingkat, karena ada klausa bawahan setelah predikat.
Kalusa pertama terdiri dari Haris sebagai Subjek yang diperluas dengan klausa Relatif dengan kata yang juga sebagai Subjek, dilanjut dengan Ketua RT sebagai Predikat, lalu terdapat di Dusun Setempat sebagai Keterangan Tempat (K.T). Setelah Haris sebagai Subjek, setelahnya terdapat kata Membuat yang menduduki fungsi Predikat.
Klausa kedua terdiri dari Subjek dengan Haris sebagai Subjek lesapan dari klausa sebelumnya, lalu kata Meletakkan menduduki fungsi Predikat, lalu terjadinya klausa bawahan, dengan kata Rakitan menjadi Subjek dengan kata Menyerupai menjadi fungsi Predikat, lalu di dua lokasi berbeda di Desa Tegalrejo menjadi keterangan Tempat (K.T), dan pada Desember 2016 dan awal Januari lalu menduduki fungsi Keterangan Waktu (K.W).
Dari satu kalimat diatas hanya terdapat satu Frasa Nominal, yakni;
-          Awal Januari lalu

Dari analisis frasa Nominal dapat disimpulkan bahwa yang berterima bila disatukan dalam kalimat adalah Januari Lalu, maka dua kata tersebutlah yang menjadi intinya dan Awal hanya menjadi pewatas, dimana kalimat tidak akan bermasalah ketika digunakan atau tidak digunakannya kata Awal dalam kalimat.

3.      Analisis ketiga pada kalimat ketiga.
Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono mengatakan, menurut hasil penyelidikan, pelaku bukan bagian dari jaringan teroris.

Dari kalimat diatas terdapat tiga klausa setara, yakni klausa Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono mengatakan. Dengan Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono sebagai Subjek, dan mengatakan sebagai Predikat.
Lalu klausa kedua, yakni (Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono) menurut hasil penyelidikan. Dengan (Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono) sebagai Subjek lesapan dari klausa sebelumnya, lalu menurut menduduki fungsi Predikat, dan hasil penyelidikan menduduki fungsi Objek.
Dari kalimat diatas hanya terdapat satu Frasa Nomina, yakni;
-          Hasil Penyelidikan

Dapat disimpulkan dari analisis Frasa Nominal diatas adalah, bahwa yang menduduki inti dari frasa tersebut adalah Penyelidikan dan kata itu termasuk kedalam kelas kata nomina, sedangkan kata Hasil termasuk kedalam kata pewatas, dimana bila tidak dimasukkan kata Hasil maka kalimat tetap terdengar berterima di masyarakat.

4.      Analisis keempat pada kalimat keempat.
“Motifnya melakukan teror bom semata-mata karena dendam pribadi terhadap seseorang di salah satu pondok pesantren di kecamatan Tegalrejo”, ujarnya, kamis (5/1),

Dari kalimat diatas dapat dianalis dengan adanya tiga klausa, satu klausa utama dan dua klausa bawahan. Dalam kalusa utama terdapat Motifnya sebagai keterangan yang berada di depan subjek. Lalu terdapat Subjek lesapan dari kalimat-kalimat sebelumnya yaitu Haris, dengan predikat melakukan, dan Teror Bom menduduki fungsi Objek. Ada satu kata Adjektiva yang seperti tidak masuk kedalam klausa utama maupun klausa selanjutnya, yaitu Semata-mata.
Lalu klausa kedua terdapat Karena dengan dibantu subjek lesapan dari kalimat sebelumnya, yaitu Haris menduduki fungsi Subjek. Dendam pribadi menduduki fungsi predikat, terhadap seseorang termasuk kedalam Objek yang didendami oleh Haris. di salah satu pondok pesantren di kecamatan Tegalrejo termasuk kedalam keterangan tempat yang dijadikan sasaran Haris dalam melakukan terornya.
Setelah itu terdapat klausa ketiga yang menyatakan Kepala Kepolisian Resor Magelang Ajun Komisaris Besar Hindarsono sebagai subjek lesapan dari kalimat sebelumnya, lalu terdapat kata Ujaranya yang menduduki fungsi Predikat, dilengkapi dengan keterangan waktu yakni Kamis (5/1).
Dari kalimat diatas terdapat dua frasa nominal, yakni; Teror bom, dan Terhadap Seseorang.
-          Teror Bom

Dapat disimpulkan dari analisis frasa Nominal diatas adalah, bahwa yang menjadi inti dari frasa tersebut adalah Teror. Tanpa menggunakan kata Bom kedalam kalimat, maka kalimat tetap akan berterima. Dan kata Teror termasuk kedalam kelas kata Nomina, maka dari itu frasa tersebut dikatakan kedalam Frasa Nominal.

-          Terhadap Seseorang

Dari analisis frasa diatas dapat disimpulkan bahwa yang termasuk kedalam inti adalah kata Seseorang yang menduduki kelas kata nomina. Sedangkan kata Terhadap yang menduduki fungsi pewatas.

5.      Analisis kelima pada kalimat kelima.
Haris ditangkap di rumahnya di Dusun Krajan, Rabu.

Dari kalimat diatas dapat dianalisis dengan satu klausa, Haris menjadi subjek, Ditangkap menduduki fungsi Predikat, lalu terdapat keterangan Tempat dengan frasa di rumahnya di Dusun Krajan, lalu terdapat kata Rabu dengan keterangan Waktu.
Dikalimat ini tidak ditemui adanya Frasa Nominal.

6.      Analisis keenam pada kalimat keenam.
Haris mengaku merakit tiruan bom itu seorang diri.

Dari kalimat diatas dapat dianalisis bahwa Haris termasuk kedalam subjek, Mengaku merakit menduduki fungsi predikat, tiruan bom menduduki fungsi objek, dan seorang diri menduduki fungsi keterangan.
Dari analisis diatas dapat ditemukan  frasa nominal dari fungsi objek dan keteranga, yakni; tiruan bom itu dan seorang diri.
-          Tiruan Bom Itu

Dari analisis frasa diatas dapat disimpulkan bahwa Bom itu menjadi inti dari frasa tersebut, karena kalimat akan terdengar berterima jika hanya memasukkan kata Bom itu saja kedalam kalimat, sedangkan Tiruan termasuk kedalam pewatas yang sifatnya jika tidak dimasukkan pun tidak akan berpengaruh pada kalimat.

-          Seorang diri

Dari analisis frasa diatas dapat disimpulkan bahwa kata Seorang menjadi inti dari frasa tersebut yang termasuk kedalam kelas kata nomina.

7.      Analisis ketujuh pada kalimat ketujuh.
Rakitan pertama ditemukan di dalam tas di depan apotek di Dusun Krajan pada 27 Desember lalu.

Dari kalimat diatas dapat dianalisis bahwa Rakitan pertama menduduki fungsi Subjek, dengan Ditemukan sebagai predikat, lalu di dalam tas di depan apotek di Dusun Krajan menjadi keterangan tempat, dan dengan keterangan waktu yaitu pada 27 Desember lalu.
Dari kalimat diatas dapat ditemukan satu frasa Nominal, yaitu menduduki fungsi subjek.
-          Rakitan pertama

Dari analisis frasa diatas dapat disimpulkan bahwa kata Rakitan menjadi kata inti dari Frasa tersebut.

8.      Analisis kedelapan pada kalimat kedelapan.
Lima hari kemudian, rakitan bom serupa ditemukan di selokan di depan toko oleh-oleh di Dusun Gentan.


Dari kalimat diatas dapat dianalisis terdapatnya satu klausa, dengan keterangan waktu yang menduduki sebelum subjek yaitu lima hari kemudian, lalu baru setelahnya subjek Rakitan bom serupa, lalu yang menduduki fungsi predikat adalah ditemukan, dan kalusa diatas disempurnakan dengan adanya keterangan tempat yakni di selokan di depan toko oleh-oleh Dusun Gentan.
Dari kalusa diatas dapat ditemukan satu Frasa Nominal, yakni yang menduduki fungsi subjek;
-          Rakitan bom serupa

Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa frasa nominal tersebut terdiri dari Rakitan Bom sebagai inti dari frasa tersebut dan Serupa termasuk kedalam pewatas. 

Bab 3
Kesimpulan

A.    Kesimpulan
disimpulkan bahwa sintaksis adalah cabang linguistik yang bidang kajiannya meliputi satuan lingual berwujud kata, frasa, klausa, kalimat hingga wacana.
Frasa tersusun atas dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Artinya, konstruksi frasa hanya menduduki satu fungsi klausa, unsur S (subjek) saja, unsur P (predikat) saja, unsur O (objek) saja, unsur pelengkap saja, atau unsur K (keterangan) saja. Tidak mungkin suatu konstruksi frasa menduduki fungsi S dan P sekaligus.
Frasa Nominal adalah frasa yang memiliki distribusi dan fungsi yang sama dengan Nomina. Dalam frasa Nominal, yang berfungsi sebagai inti (unsur pusat) adalah nomina.
Analisis ini dilakukan pada salah satu artikel dari koran kompas terbitan Jumat, 6 Januari 2017 dengan judul kolom kilas politik dan hukum, dengan judul artikel Ketua RT Diduga Menjadi Pelaku Teror Bom terdapat dihalaman 2 pada koran. Analisis ini akan dilakukan setiap satu kalimat dalam artikel. Dalam artikel ini terdapat delapan kalimat dan dalam artikel tersebut terdapat empat belas frasa Nominal didalamnya, yakni; Warga Dusun Krajan, Desa Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Tegalrejo, Jawa Tengah, Teror Bom, Awal Januari lalu, Hasil Penyelidikan, Teror Bom, Terhadap Seseorang, Tiruan Bom itu, Seorang Diri, Rakitan Pertama, Rakitan Bom Serupa.

B.     Saran
Dalam analisis selanjutnya disarankan bagi penulis untuk lebih teliti dan lebih komplit tentang materi dan juga penjelasannya.
Daftar Pustaka
-          Koran kompas terbitan Jumat, 6 Januari 2017 dalam kolom berita kilasan politik dan hukum dengan judul artikel Ketua RT Diduga Menjadi Pelaku Teror Bom.
-          Khairah, Miftahul dan Sakura Ridwan. 2014. Sintaksis. Jakarta: Bumi Aksara.